Vaksin Sinovac 98% Cegah Kematian, Perlukah Suntikan Booster?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Vaksin dosis ketiga atau booster menjadi pembahasan yang cukup ramai. Terlebih untuk penerima vaksin Sinovac yang katanya kekuatan antibodi akan mulai melemah sejak enam bulan paska-suntikan dosis kedua.
Secara ilmiah informasi mengenai kendurnya kekuatan vaksin Sinovac setelah enam bulan paska-suntikan dosis kedua masih lemah di mata peneliti. Terlebih Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) masih merekomendasikan vaksin buatan Tiongkok tersebut karena efikasinya yang baik.
Namun, menjadi pertanyaan sekarang, apakah memang penerima vaksin Sinovac benar-benar membutuhkan booster?
Anggota ITAGI Prof. Soedjatmiko menerangkan bahwa untuk menilai apakah suatu vaksin efektif atau tidak terhadap varian virus, maka yang menjadi acuan bukan mengukur antibodi yang dihasilkan tubuh paska menerima suntikan vaksin, melainkan mengukur efektivitas dari vaksin itu sendiri.
"Jadi, efektivitas vaksin ini yang lebih penting. Apakah memang vaksin ini memberi manfaat baik untuk penerimanya atau tidak, ya, berdasar data perbandingan antara penerima dengan yang tidak disuntik vaksin," paparnya dalam webinar daring, Selasa (7/9/2021).
Salah satu data acuan yang bisa dipakai juga adalah angka kematian paska-vaksinasi.
"Ya, penerima vaksin masih bisa tetap terpapar dan meninggal dunia karena perlindungan vaksin tidak 100% dan itu kenapa protokol kesehatan harus tetap dijalankan meski sudah divaksin," tegasnya.
Menurut data yang dipaparkan Prof. Soedjatmiko, sejak Maret hingga Juni 2021, diketahui bahwa 91 ribu orang menerima vaksin Sinovac dan dari jumlah tersebut, yang meninggal dunia hanya 2%.
"Artinya 98% orang yang mendapat suntikan vaksin Sinovac terlindungi dari kematian akibat Covid-19. Lalu, 96% orang yang menerima vaksin Sinovac juga tidak sampai dirawat di rumah sakit," jelas Prof. Soedjatmiko.
Secara ilmiah informasi mengenai kendurnya kekuatan vaksin Sinovac setelah enam bulan paska-suntikan dosis kedua masih lemah di mata peneliti. Terlebih Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) masih merekomendasikan vaksin buatan Tiongkok tersebut karena efikasinya yang baik.
Namun, menjadi pertanyaan sekarang, apakah memang penerima vaksin Sinovac benar-benar membutuhkan booster?
Anggota ITAGI Prof. Soedjatmiko menerangkan bahwa untuk menilai apakah suatu vaksin efektif atau tidak terhadap varian virus, maka yang menjadi acuan bukan mengukur antibodi yang dihasilkan tubuh paska menerima suntikan vaksin, melainkan mengukur efektivitas dari vaksin itu sendiri.
"Jadi, efektivitas vaksin ini yang lebih penting. Apakah memang vaksin ini memberi manfaat baik untuk penerimanya atau tidak, ya, berdasar data perbandingan antara penerima dengan yang tidak disuntik vaksin," paparnya dalam webinar daring, Selasa (7/9/2021).
Salah satu data acuan yang bisa dipakai juga adalah angka kematian paska-vaksinasi.
"Ya, penerima vaksin masih bisa tetap terpapar dan meninggal dunia karena perlindungan vaksin tidak 100% dan itu kenapa protokol kesehatan harus tetap dijalankan meski sudah divaksin," tegasnya.
Menurut data yang dipaparkan Prof. Soedjatmiko, sejak Maret hingga Juni 2021, diketahui bahwa 91 ribu orang menerima vaksin Sinovac dan dari jumlah tersebut, yang meninggal dunia hanya 2%.
"Artinya 98% orang yang mendapat suntikan vaksin Sinovac terlindungi dari kematian akibat Covid-19. Lalu, 96% orang yang menerima vaksin Sinovac juga tidak sampai dirawat di rumah sakit," jelas Prof. Soedjatmiko.